Kamis, 26 Januari 2012

Menghadapi Gempuran Fitnah


Kita hidup di jaman yang penuh dengan fitnah (baca: ujian dan malapetaka). Satu fitnah belum selesai tiba-tiba datang fitnah yang baru. Fitnah-fitnah itu turun bagaikan derasnya curahan air hujan yang membasahi sudut-sudut pemukiman. Bahkan, terkadang ia datang secara bergelombang bagaikan ombak lautan.

Hidup ini memang cobaan dari Allah untuk kita. Sebagaimana yang telah Allah tegaskan di dalam firman-Nya (yang artinya), “(Allah) Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2). Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami jadikan segala sesuatu yang ada di atas muka bumi sebagai hiasan baginya supaya Kami menguji mereka, siapakah yang terbaik amalnya di antara mereka.” (QS. al-Kahfi : 7). Hanya saja ujian yang dihadapi oleh manusia berbeda-beda, baik ditinjau dari segi kualitas individunya ataupun kondisi masa yang berlainan.

Bekalilah dirimu dengan iman
Tidak diragukan lagi bahwa untuk bisa sukses menjalani hidup ini setiap insan memerlukan ketegaran iman. Allah ta’ala telah menyatakan (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya seluruh manusia benar-benar berada di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. al-’Ashr : 1-3). Dan sebagaimana telah menjadi keyakinan dari Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa keimanan bisa mengalami peningkatan dan juga penurunan, maka demikian pula kondisi manusia dalam menghadapi fitnah atau cobaan hidup. Suatu ketika fitnah itu surut dan suatu ketika merajalela seiring dengan kuat-lemahnya iman yang ada di dalam diri seorang hamba.

Setiap kali kita mencoba untuk mencermati berbagai kejadian yang kita alami, maka akan tampaklah sedikit demi sedikit kepada kita berbagai bentuk cobaan yang Allah berikan kepada kita. Sebagian orang diberi cobaan dengan musibah-musibah dunia berupa penyakit, bencana alam, dan berbagai kesulitan hidup lainnya yang acapkali membuat manusia putus asa dan menghalalkan segala cara demi menggapai kesenangan sementara. Dan tidak sedikit pula yang diuji dengan berbagai kenikmatan dan kemudahan duniawi yang sering melalaikan manusia dari mengingat Rabb mereka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami menguji mereka dengan kebaikan dan keburukan agar mereka mau kembali.” (QS. al-A’raaf : 168). Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa maksud ujian dalam bentuk kebaikan dan keburukan dalam ayat ini adalah yaitu berupa kemudahan dan kesulitan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 307). Tafsiran serupa dikemukakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam Tafsirnya (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 3/359).

Orang beriman pasti menerima cobaan
Satu hal yang harus kita yakini, bahwa pengakuan iman itu menuntut pembuktian. Betapa banyak orang yang mengaku beriman namun ketika dihadapkan dengan berbagai cobaan dan persoalan hidup maka seolah-olah imannya terbang ditiup oleh terpaan badai kehidupan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Alif lam mim, apakah manusia itu mengira dia dibiarkan begitu saja mengatakan, ‘Kami telah beriman’ kemudian mereka tidak diuji? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka supaya Allah mengetahui siapakah orang-orang yang benar dan siapakah orang-orang yang dusta.” (QS. al-Ankabut : 1-3). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah pasti akan menguji hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kadar keimanan yang mereka miliki (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 6/136).

Begitu beratnya cobaan yang menimpa, sampai-sampai ada di antara manusia yang rela menjual agamanya demi mengharapkan kesenangan yang menipu. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Segeralah dalam beramal sebelum tiba fitnah-fitnah layaknya potongan malam yang gelap gulita. Ketika itu seorang berada di waktu pagi masih beriman namun sore harinya menjadi kafir. Atau di sore harinya masih beriman namun keesokan harinya sudah menjadi kafir. Dia rela menjual agamanya demi mendapatkan sekeping kesenangan dunia,” (HR. Muslim dalam Kitab al-Iman [118]). Demikianlah cobaan hidup, ia akan membedakan antara orang-orang yang tetap tabah di atas keimanannya dengan orang-orang yang ragu-ragu dan lemah imannya, kepada Allah sajalah kita meminta pertolongan!

Fitnah akhir zaman
Sesungguhnya kita hidup di jaman yang penuh dengan fitnah. Fitnah berupa kekafiran, kemunafikan, ataupun kebid’ahan dan kemaksiatan. Satu fitnah belum selesai tiba-tiba datang fitnah yang baru. Sementara fitnah itu turun bagaikan derasnya curahan air hujan yang membasahi sudut-sudut pemukiman. Terkadang ia datang secara bergelombang bagaikan ombak lautan. Sehingga membuat kaum muslimin bagaikan sampah yang diseret oleh aliran air, tidak jelas arahnya. Terombang-ambing ke sana kemari. Ketika fitnah ini muncul di permukaan, hanya diketahui oleh segelintir manusia yaitu ahli ilmu, sedangkan kebanyakan manusia baru menyadarinya setelah fitnah itu berkecamuk dan membara di mana-mana.

Fitnah-fitnah itu muncul dari dua sumber utama yaitu dari godaan hawa nafsu dan kerancuan pemikiran alias syubhat. Fitnah yang pertama menyerang pada kekuatan hati manusia untuk konsisten di atas jalan yang lurus. Sedangkan fitnah yang kedua menyerang pada kekuatan hati manusia untuk terus mencari kebenaran yang sesungguhnya. Oleh sebab itulah, setiap muslim diajarkan untuk senantiasa berdoa kepada Allah pada setiap roka’at sholatnya, “Ya Allah, tunjukilah kepada kami jalan yang lurus.” Sedangkan hakikat jalan yang lurus itu adalah mengetahui kebenaran dan melaksanakannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39). Dengan kata lain, kunci keberhasilan untuk mengatasi fitnah-fitnah yang ada adalah dengan mengendalikan dua buah kekuatan, yaitu kekuatan ilmiyah nazhariyah (ilmu dan pemahaman) dan kekuatan amaliyah iradiyah (amal dan tekad). Semakin sempurna kemampuan seseorang dalam menggunakan kedua kekuatan ini maka semakin sempurna pula kebahagiaan hidupnya (lihat al-Fawa’id, hal. 20). Dua hal ini tergabung di dalam sabar dan keyakinan, terjalin di dalam iman dan keistiqomahan.

Keterasingan Islam
Di antara fitnah akhir zaman yang sekarang ini menimpa umat Islam adalah keterasingan Islam. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing. Maka berbahagialah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim [372]). Kita tidak berbicara tentang jumlah pemeluk agama Islam. Namun yang kita bicarakan adalah sedikitnya orang yang konsisten dengan ajaran Islam. Kebodohan terhadap ajaran Islam begitu merajalela, khamr dan obat-obatan terlarang merebak di mana-mana, perzinaan seolah menjadi peristiwa biasa, bahkan pembunuhan dan obral aurat wanita menjadi sarapan harian yang mengisi ribuan eksemplar media massa. Laa haula wa laa quwwata illa billah! Anas bin Malik radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah terangkatnya ilmu, meratanya kebodohan, khamr diminum di mana-mana, dan perzinahan merajalela.” (HR. Bukhari [80] dalam Kitab al-Ilmu dan Muslim [2671] dalam Kitab al-Ilmu).Itu baru sebagian kecil dari fitnah yang ada pada zaman ini. Belum lagi kalau kita berbicara tentang berbagai bentuk kemaksiatan yang ada, dosa besar maupun yang kecil. Meninggalkan kewajiban atau yang menerjang larangan. Baik yang terkait dengan anak-anak, remaja ataupun orang dewasa, pria maupun wanita.

Maraknya penyimpangan
Selain itu, masih ada lagi fitnah lainnya yang tidak kalah mengerikan, yaitu munculnya berbagai macam aliran sesat dan ajaran menyimpang. Hal itu sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam hadits Hudzaifah yang bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam kejahiliyahan dan keburukan, kemudian Allah menghadirkan kebaikan ini kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?”. Maka beliau mengatakan, “Iya.” Lalu Hudzaifah bertanya,”Apakah sesudah keburukan itu masih ada kebaikan?”. Maka beliau menjawab,”Iya, masih ada namun ada kekeruhan di dalamnya.” Lantas Hudzaifah bertanya, “Apakah kekeruhan itu?”. Maka beliau menjawab,”Yaitu suatu kaum yang mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku…” (HR. Bukhari [3606] dalam Kitab al-Manaqib). Sedangkan di dalam riwayat Muslim disebutkan “Mereka mengikuti tuntunan bukan dengan tuntunanku dan mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku…” (HR. Muslim [1847] dalam Kitab al-Imarah). Lihatlah keadaan umat Islam di banyak tempat, mereka disibukkan dengan ajaran-ajaran yang diada-adakan yang tidak Allah turunkan perintah atasnya, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas melarangnya. Namun, peringatan hanya sekedar peringatan seolah-olah telinga mereka tuli dan mata mereka telah membuta, na’udzu billahi min dzalik. Saking banyaknya fitnah itu menyerang hati sampai-sampai mata mengering tidak lagi mengalirkan air mata penyesalan atas dosa-dosanya.

Berpegangteguhlah dengan agamamu!
Anas bin Malik radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan tiba suatu masa ketika itu orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti halnya orang yang sedang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi [2260] di dalam Kitab al-Fitan, disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [957]). Maka di saat-saat seperti sekarang ini ketika banyak orang yang tenggelam dalam pemuasan hawa nafsu tanpa mempedulikan rambu-rambu agama dan sebagian lagi terseret oleh arus pemikiran yang menyimpang dari jalan yang lurus, maka tidak selayaknya kaum muslimin ikut-ikutan hanyut di dalamnya.

Tidak ada komentar: