BANTAHAN KHUSUS : Rumahku, adalah rumahku,
rumahmu rumahku juga dong : MEREKA MENGHINA ALLOH ‘AZZA WA JALLA !!
Blog kafir itu dengan beraninya mengatakan :
Kalian tahu siapa Allah itu sebelumnya? Allah sebenarnya adalah pemimpin dari
360 dewa Kabah
BANTAHAN :
Ketahuilah, Antara nabi Adam dan Nabi Nuh
terdapat 10 generasi yang seluruhnya berada diatas Islam. mereka hanya beribadah
kepada Alloh saja. Namun kemudian muncul sikap berlebihan terhadap orang sholeh.
Dan penyimpangan pertama yang terjadi adalah
GHULUW (Sikap berlebih-lebihan) dalam soal pengagungan terhadap orang-orang
shaleh,bahkan mengangkat mereka menjadi tuhan yang disembah.Dalam Shahih Bukhari
(8/535,Fathul Bari) dari Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah
,artinya:
“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan
Nasr“. (Surat Nuh:23)
(Ibnu Abbas) radhiallahu anhu berkata:”Ini
adalah nama orang-orang shaleh dari kaum Nuh.Takkala mereka meninggal dunia
,setan membisikkan kepada kaumnya agar mereka membangun patung-patung
(peringatan) ditempat pertemuan mereka,dan menamai patung-patung itu sesuai
dengan nama-nama mereka,lalu mereka melakukannya.Namun ketika itu mereka masih
belum disembah sampai setelah para pembangun patung-patung itu meninggal dunia
dan beralih generasi (serta ilmu telah hilang dari kalangan mereka)
,patung-patung itu lalu (mulai) disembah.
demikian juga Latta, Uzza dan berhala yang
dulu ada di sekitar ka’bah adalah nama-nama orang sholeh yang hidup lebih dulu.
kemudian manusia berlebihan dalm menghormatinya, kemudian dibangunlah berhala
yang diberi nama sesuai dengan nama orang sholih tsb. pada awalnya berhala tsb
tidak disembah, namun beralih generasi akhirnya berhala tersebut disembah
juga.
Mujahid mengatakan: “Al-Lat adalah orang yang
dahulunya mengadukkan tepung (dengan air atau minyak) untuk para jemaah haji.
Setelah meninggal, merekapun senantiasa mendatangi kuburannya.”
Demikian pula tafsiran Ibnu ‘Abbas sebagaimana
dituturkan oleh Abul Jauza’: “Dia itu pada mulanya adalah orang yang mengadukkan
tepung untuk para jemaah haji.”
Maka Islam datang dan meluruskan akidah
mereka, agar kembali menyembah hanya kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala
saja.
Memang arab badui telah lama mengenal Alloh
Azza Wa Jalla karena mereka masih memiliki sisa-sisa ajaran Nabi Ibrahim
‘alaihis salam. maka Nabi Muhhammad salallahu ‘alaihi wasalam datang untuk
memurnikan kembali Agama Nabi Ibrahim ‘alaihis salam
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan
seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri
dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik.” (QS. Ali
Imran: 67)”
“Sesungguhnya orang yang paling berhak
terhadap Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini, beserta
orang-orang yang beriman, dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang
beriman.” (QS. Ali Imran: 6)”
KA’BAH DAN HAJAR ASWAD
UMAT MUSLIM TIDAKLAH MENYEMBAH KA’BAH / HAJAR
ASWAD.
Ka’bah hanyalah sebagi kiblat umat muslim dlam
beribadah. dahulu umat muslim pernah berkiblat ke masjid Al-Aq’sa, kemudian
turun perintah untuk memalingkan kiblat ke ka’bah. Sedangkan hajar aswad adalah
batu yang berada di salah satu bagian ka’bah.
Mencium hajar aswad bukan berarti menyembah
kepada hajar aswad. hal itu dilakukan semata-mata mengikuti praktek ibadah
(sunnah) NAbi salallahu ‘alaihi wa salam.
Dalam salah satu riwayat Bukhari-Muslim,
diterangkan bahwa Sayyidina Umar, sebelum mencium Hajar Aswad mengatakan, “Demi
Allah, aku tahu bahwa kau adalah sebuah batu yang tidak dapat berbuat
apa-apa.Kalau aku tidak melihat Rasul SAW mencium-mu, tidak akan aku
mencium-mu:.
DIMANAKAH ALLOH SUBHANAHU WA TA’ALA
?
bila kita bertanya kepada saudara kita ;
Dimana Allah ? Kita akan mendapat dua jawaban yang bathil bahkan sebagiannya
kufur..! :
Allah ada pada diri kita ini ..!
Allah dimana-mana di segala tempat
!
Jawaban yang pertama berasal dari kaum
wihdatul wujud (kesatuan wujud Allah dengan manusia) yang telah dikafirkan oleh
para Ulama kita yang dahulu dan sekarang. Sedangkan jawaban yang kedua keluar
dari kaum Jahmiyyah (faham yang menghilangkan sifat-sifat Allah) dan Mu’tazilah,
serta mereka yang sefaham dengan keduanya dari ahlul bid’ah.
Rasulullah SAW pernah mengajukan pertanyaan
kepada seorang budak perempuan milik Mua’wiyah bin Al-Hakam As-Sulamy sebagai
ujian keimanan sebelum ia dimerdekakan oleh tuannya yaitu Mu’awiyah :
Artinya :
“Beliau bertanya kepadanya : “Di manakah Allah
?. Jawab budak perempuan : “Di atas langit. Beliau bertanya (lagi) : “Siapakah
Aku ..?”. Jawab budak itu : “Engkau adalah Rasulullah”. Beliau bersabda :
“Merdekakan ia ! .. karena sesungguhnya ia mu’minah (seorang perempuan yang
beriman)”.
Hadits shahih. Dikeluarkan oleh Jama’ah ahli
hadits, diantaranya :
Imam Malik (Tanwirul Hawaalik syarah
Al-Muwath-tho juz 3 halaman 5-6).
Imam Muslim (2/70-71)
Imam Abu Dawud (No. 930-931)
Imam Nasa’i (3/13-14)
Imam Ahmad (5/447, 448-449)
Imam Daarimi 91/353-354)
Ath-Thayaalis di Musnadnya (No.
1105)
Imam Ibnul Jaarud di Kitabnya “Al-Muntaqa”
(No. 212)
Imam Baihaqy di Kitabnya “Sunanul Kubra”
(2/249-250)
Imam Ibnu Khuzaimah -Imamnya para Imam- di
Kitabnya “Tauhid” (hal. 121-122)
Imam Ibnu Abi ‘Aashim di Kitab As-Sunnah (No.
489 di takhrij oleh ahli hadits besar Muhammad Nashiruddin
Al-Albani).
Imam Utsman bin Sa’id Ad-Daarimi di Kitabnya
“Ar-Raddu ‘Alal Jahmiyyah” (No. 60,61,62 halaman 38-39 cetakan darus
Salafiyah).
Imam Al-Laalikai di Kitabnya “As-Sunnah ” (No.
652).
PEMBAHASAN
Pertama
Hadist ini merupakan cemeti dan petir yang
menyambar di kepala dan telinga ahlul bid’ah dari kaum Jahmiyyah dan Mu’tazilah
dan yang sefaham dengan mereka, yaitu ; dari kaum yang menyandarkan aqidah
mereka kepada Imam Abul Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ary, yaitu ; mereka
mempunyai i’tiqad (berpendapat) :
“ALLAH BERADA DI TIAP-TIAP TEMPAT ATAU ALLAH
BERADA DIMANA-MANA .!?”
Katakanlah kepada mereka : Jika demikian,
yakni Allah berada dimana-mana tempat, maka Allah berada di jalan-jalan, di
pasar-pasar, di tempat kotor dan berada di bawah mahluknya !?.
Jawablah kepada mereka dengan firman Allah
‘Azza wa Jalla :
Artinya :
“Maha suci Engkau ! ini adalah satu dusta yang
sangat besar” (An-Nur : 16)
“Maha suci Allah dari apa-apa yang mereka
sifatkan ” (Al-Mu’minun : 91)
“Maha Suci Dia ! Dan Maha Tinggi dari apa-apa
yang mereka katakan dengan ketinggian yang besar”. (Al-Isra : 43)
Berkata Imam Adz-Dzahabi setelah membawakan
hadits ini, di kitabnya “Al-Uluw” (hal : 81 diringkas oleh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani).
Artinya :
“Dan demikian ra’yu kami (setuju dengan
hadits) setiap orang yang ditanya : “Dimana Allah ? “Dia segera dengan fitrahnya
menjawab : Di atas langit !. Didalam hadits ini ada dua masalah : pertama :
Disyariatkan pertanyaan seorang muslim : Dimana Allah ?. Kedua : Jawaban orang
yang ditanya : (Allah) di atas langit ! Maka barangsiapa yang mengingkari dua
masalah ini berarti ia telah mengingkari Al-Musthafa (Nabi) SAW”.
Dan telah berkata Imam Ad-Daarimi setelah
membawakan hadits ini di kitabnya “Ar-Raddu ‘Alal Jahmiyah (hal: 39): “Di dalam
hadits Rasulullah SAW ini, ada dalil bahwa seseorang apabila tidak mengetahui
sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla berada di atas langit bukan bumi, tidaklah ia
seorang mu’min”.
Tidaklah engkau perhatikan bahwa Rasulullah
SAW telah menjadikan tanda/alamat keimanannya (yaitu budak perempuan) tentang
pengetahuannya sesungguhnya Allah di atas langit. Dan pada pertanyaan Rasulullah
SAW (kepada budak perempuan): “Dimana Allah ?”. Mendustakan perkataan orang yang
mengatakan : “Dia (Allah) ada di tiap-tiap tempat (dan) tidak boleh disifatkan
dengan (pertanyaan) : Dimana .?
Kedua
Lafadz ‘As-Samaa” menurut lughoh/bahasa Arab
artinya : Setiap yang tinggi dan berada di atas. Berkata Az-Zujaaj (seorang Imam
ahli bahasa) :
Artinya :
“(Lafadz) As-Samaa/langit di dalam bahasa
dikatakan : Bagi tiap-tiap yang tinggi dan berada di atas. Dikatakan : atap
rumah langit-langit rumah”.
Dinamakan “Awan” itu langit/As-Samaa, karena
ia berada di atas manusia. Firman Allah ‘Azza wa Jalla.
Artinya :
“Dan Ia turunkan dari langit Air (hujan)”
(Al-Baqarah : 22).
Adapun huruf “Fii” dalam lafadz hadits
“Fiis-Samaa” bermakna ” ‘Alaa” seperti firman Allah ‘Azza wa Jalla :
Artinya :
“Maka berjalanlah kamu di atas/di muka bumi”
(At-Taubah : 2)
“Mereka tersesat di muka bumi” (Al-Maa’idah :
26)
Lafadz “Fil Arldhii” dalam dua ayat diatas
maknanya ” ‘Alal Arldhii”, Maksudnya : Allah ‘Azza wa Jalla berada di pihak/di
arah yang tinggi -di atas langit- yakni di atas ‘Arsy-Nya yang sesuai dengan
kebesaran-Nya. Ia tidak serupa dengan satupun mahluk-Nya dan tidak satupun
mahluk menyerupai-Nya.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
Artinya :
“Tidak ada sesuatupun yang sama dengan-Nya,
dan Ia-lah yang Maha Mendengar (dan) Maha Melihat”. (As-Syura : 4)
“Dan tidak ada satupun yang sama/sebanding
dengan-Nya” (Al-Ikhlas : 4)
“Ar-Rahman di atas ‘Arsy Ia istiwaa
(bersemayam)”. (Thaha : 5)
“Sesungguhnya Tuhan kamu itu Allah yang telah
menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian ia istiwaa (bersemayam) di
atas ‘Arsy”.(Al-A’raf :54).
Madzhab Salaf -dan yang mengikuti mereka-
seperti Imam yang empat : Abu Hanifah, Malik, Syafi’iy dan Ahmad bin Hambal dan
lain-lain Ulama termasuk Imam Abul Hasan Al-Asy’ari sendiri, mereka semuanya
beriman bahwa ; Allah ‘Azza wa Jalla ISTIWAA diatas ‘Arsy-Nya sesuai dengan
kebesaran dan keagungan-Nya.
Mereka tidak menta’wil ISTIWAA/ISTAWAA dengan
ISTAWLA yang artinya : Berkuasa. Seperti halnya kaum Jahmiyyah dan yang sefaham
dengan mereka yang mengatakan “Allah istiwaa di atas ‘Arsy” itu maknanya : Allah
menguasai ‘Arsy !. Bukan Dzat Allah berada di atas langit yakni di atas
‘Arsy-Nya, karena Allah berada dimana-mana tempat !?… Mereka ini telah merubah
perkataan dari tempatnya dan telah mengganti perkataan yang tidak pernah
dikatakan Allah kepada mereka sama seperti kaum Yahudi (baca surat Al-Baqarah :
58-59).
Katakan kepada mereka : Kalau makna istiwaa
itu adalah istawla/berkuasa, maka Allah ‘Azza wa Jalla berkuasa atas segala
sesuatu bukan hanya menguasai ‘Arsy. Ia menguasai langit dan bumi dan apa-apa
yang ada diantara keduanya dan sekalian mahluk (selain Allah dinamakan mahluk).
Allah ‘Azza wa Jalla telah mengabarkan tentang istawaa-Nya diatas ‘Arsy-Nya
dalam tujuh tempat di dalam kitab-Nya Al-Qur’an. Dan semuanya dengan lafadz
“istawaa”. Ini menjadi dalil yang sangat besar bahwa yang dikehendaki dengan
istawaa ialah secara hakekat, bukan “istawla” dengan jalan
menta’wilnya.
Telah berfirman Allah ‘Azza wa Jalla di Muhkam
Tanzil-Nya.
Artinya :
“Ar-Rahman di atas ‘Arsy Ia istawaa” (Thaha :
5)
“Kemudian Ia istawaa (bersemayam) di atas
‘Arsy”.
Pada enam tempat. Ia berfirman di kitab-Nya
yaitu :
Surat Al-A’raf ayat 54
Surat Yunus ayat 3
Surat Ar-Ra’du ayat 2
Surat Al-Furqaan ayat 59
Surat As-Sajdah ayat 4
Surat Al-Hadid ayat 4
Menurut lughoh/bahasa, apabila fi’il istiwaa
dimuta’adikan oleh huruf ‘Ala, tidak dapat dipahami/diartikan lain kecuali
berada diatasnya.
Firman Allah ‘Azza wa Jalla :
Artinya :
“Dan berhentilah kapal (Nuh) di atas
gunung/bukit Judi” (Hud : 44).
Di ayat ini fi’il “istawaa” dimuta’addikan
oleh huruf ‘Ala yang tidak dapat dipahami dan diartikan kecuali kapal Nabi Nuh
AS secara hakekat betul-betul berlabuh/berhenti di atas gunung Judi. Dapatkah
kita artikan bahwa “Kapal Nabi Nuh menguasai gunung Judi” yakni menta’wil lafadz
“istawat” dengan lafadz “istawlat” yang berada di tempat yang lain bukan di atas
gunung Judi..?
KEAGUNGAN ALLOH AZZA WA JALLA
*) Dalam bab terakhir ini, penulis menyebutkan
beberapa dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang menjelaskan keagungan dan
kekuasaan Allah Ta’ala, dengan maksud untuk menunjukkan bahwa hanya Allah saja
Tuhan yang berhak dengan segala macam ibadah yang dilakukan manusia dan hanya
milik Allah segala sifat kesempurnaan dan kemuliaan.
Firman Allah Ta’ala (artinya):
“Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak
mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi
seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat, dan semua langit digulung
dengan Tangan Kanan-Nya. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari segala perbuatan
syirik mereka.” (Az-Zumar: 67)
‘Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu menuturkan:
“Salah seorang pendeta Yahudi datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam dan berkata:
“Wahai Muhammad! Sesungguhnya kami menjumpai
(dalam kitab suci kami) bahwa Allah akan meletakkan langit di atas satu jari,
pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu jari,
dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: “Aku-lah Penguasa.”
Tatkala mendengarnya, tersenyumlah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sehingga
tampak gigi-gigi beliau, karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu; kemudian
beliau membacakan firman Allah:
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan
pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya
pada hari Kiamat…” dst.
Disebutkan dalam riwayat lain oleh
Muslim:
“…gunung-gunung dan pohon-pohon di atas satu
jari, kemudian digoncangkan-Nya dan berfirman: “Aku-lah Penguasa, Aku-lah
Allah”.”
Dan disebutkan dalam riwayat lain oleh
Al-Bukhari:
“…meletakkan semua langit di atas satu jari,
serta tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari…” (HR
Al-Bukhari dan Muslim)
Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Allah akan menggulung seluruh lapisan langit
pada hari kiamat lalu diambil dengan Tangan Kanan-Nya, dan berfirman: Aku-lah
Penguasa; mana orang-orang yang berlaku lalim, mana orang-orang yang berlaku
sombong?” Kemudian Allah menggulung ketujuh lapis bumi, lalu diambil dengan
Tangan Kiri-Nya dan berfirman: “Aku-lah Penguasa; mana orang-orang yang berlaku
lalim, mana orang-orang yang berlaku sombong?”.”
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu
‘anhuma, ia berkata:
“Langit tujuh dan bumi tujuh di Telapak Tangan
Allah Ar-Rahman, tiada lain hanyalah bagaikan sebutir biji sawi yang diletakkan
di tangan seseorang di antara kamu.”
Ibnu Jarir berkata: “Yunus menuturkan
kepadaku, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Zaid, dari bapaknya (Zaid bin Aslam), ia
menuturkan: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Ketujuh langit berada di Kursi, tiada lain
hanyalah bagaikan tujuh keping dirham yang diletakkan di atas
perisai.”
Ibnu Jarir berkata pula: “Dan Abu Dzar
Radhiyallahu ‘anhu menuturkan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam bersabda:
“Kursi itu berada di ‘Arsy, tiada lain
hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang dicampakkan di tengah padang
pasir.”
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia
menuturkan:
“Antara langit yang paling bawah dengan langit
berikutnya jaraknya 500 tahun, dan diantara setiap langit jaraknya 500 tahun;
antara langit yang ketujuh dengan kursi jaraknya 500 tahun; dan antara kursi dan
samudra air jaraknya 500 tahun; sedang ‘Arsy berada di atas samudra air itu; dan
Allah berada di atas ‘Arsy tersebut, tidak tersembunyi bagi Allah sesuatu apapun
dari perbuatan kamu sekalian.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi dari Hamad bin
Salamah, dari ‘Ashim, dari Zirr, dari ‘Abdullah ibnu Mas’ud)
Dan diriwayatkan dengan lafadz seperti ini
oleh Al-Mas’udi dari ‘Ashim dari Abu Wa’il dari ‘Abdullah, demikian dinyatakan
Adz-Dzahaby Rahimahullah Ta’ala; lalu katanya: “Atsar tersebut diriwayatkan
melalui beberapa jalan.”
Al-’Abbas bin ‘Abdul Muthallib Radhiyallahu
‘anhu menuturkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Tahukah kamu sekalian berapa jarak antara
langit dengan bumi?” Kami menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”
Beliau bersabda: “Antara langit dan bumi jaraknya perjalanan 500 tahun, dan
antara satu langit ke langit lainnya jaraknya perjalanan 500 tahun, sedang
ketebalan masing-masing langit adalah perjalanan 500 tahun. Antara langit yang
ketujuh dengan ‘Arsy ada samudra, dan antara dasar samudra itu dengan
permukaannya seperti jarak antara langit dengan bumi. Allah Ta’ala di atas itu
semua dan tidak tersembunyi bagi-Nya sesuatu apapun dari perbuatan anak
keturunan Adam.” (HR Abu Dawud dan Ahli Hadits lainnya)
Kandungan tulisan ini:
Tafsiran ayat tersebut di atas. Ayat ini
menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah Ta’ala dan kecilnya seluruh makhluk
dibandingkan dengan-Nya; menunjukkan pula bahwa siapa yang berbuat syirik,
berarti tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
sebenar-benarnya.
Pengetahuan-pengetahuan tentang sifat Allah
Ta’ala, sebagaimana terkandung dalam hadits pertama, masih dikenal di kalangan
orang-orang Yahudi yang hidup pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam. Mereka tidak mengingkarinya dan tidak menafsirkannya dengan tafsiran
yang menyimpang dari kebenaran.
Ketika pendeta Yahudi itu menyebutkan
pengetahuan tersebut kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, beliau
membenarkannya dan turunlah ayat Al-Qur’an menegaskannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
tersenyum tatkala mendengar pengetahuan yang agung ini disebutkan oleh pendeta
Yahudi.
Disebutkan dengan tegas dalam hadits adanya
dua tangan bagi Allah, dan bahwa seluruh langit diletakkan di tangan kanan dan
seluruh bumi diletakkan di tangan yang lain pada hari Kiamat nanti.
Dinyatakan dalam hadits bahwa tangan yang lain
itu disebut tangan kiri.
Disebutkan keadaan orang-orang yang berlaku
lalim dan berlaku sombong pada hari Kiamat.
Dijelaskan bahwa seluruh langit dan bumi di
telapak tangan Allah bagaikan sebutir biji sawi yang diletakkan di telapak
tangan seseorang.
Besarnya (luasnya) kursi dibanding dengan
langit.
Besarnya (luasnya) ‘Arsy dibandingkan dengan
kursi.
‘Arsy bukanlah kursi, dan bukanlah
samudra.
Jarak antara langit yang satu dengan langit
yang lain perjalanan 500 tahun.
Jarak antara langit yang ke tujuh dengan kursi
perjalanan 500 tahun.
Dan jarak antara kursi dengan samudra
perjalanan 500 tahun.
‘Arsy, sebagaimana dinyatakan dalam hadits,
berada di atas samudra tersebut.
Allah ‘Azza wa Jalla berada di atas
‘Arsy.
Jarak antara langit dan bumi ini perjalanan
500 tahun.
Masing-masing langit tebalnya perjalanan 500
tahun.
Samudra yang berada di atas seluruh langit
itu, antara dasar dan permukaannya, jauhnya perjalanan 500 tahun. Dan hanya
Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui.
Segala puji hanya milik Allah Rabb sekalian
alam. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada junjungan
kita Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, kepada keluarga dan para
sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar