Kita hidup di jaman yang penuh dengan fitnah
(baca: ujian dan malapetaka). Satu fitnah belum selesai tiba-tiba datang fitnah
yang baru. Fitnah-fitnah itu turun bagaikan derasnya curahan air hujan yang
membasahi sudut-sudut pemukiman. Bahkan, terkadang ia datang secara bergelombang
bagaikan ombak lautan.
Hidup ini memang cobaan dari Allah untuk kita.
Sebagaimana yang telah Allah tegaskan di dalam firman-Nya (yang artinya),
“(Allah) Yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kalian
siapakah di antara kalian yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk : 2). Allah juga
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Kami jadikan segala sesuatu yang ada di
atas muka bumi sebagai hiasan baginya supaya Kami menguji mereka, siapakah yang
terbaik amalnya di antara mereka.” (QS. al-Kahfi : 7). Hanya saja ujian yang
dihadapi oleh manusia berbeda-beda, baik ditinjau dari segi kualitas individunya
ataupun kondisi masa yang berlainan.
Bekalilah dirimu dengan iman
Tidak diragukan lagi bahwa untuk bisa sukses
menjalani hidup ini setiap insan memerlukan ketegaran iman. Allah ta’ala telah
menyatakan (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya seluruh manusia benar-benar
berada di dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih,
saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS.
al-’Ashr : 1-3). Dan sebagaimana telah menjadi keyakinan dari Ahlus Sunnah wal
Jama’ah bahwa keimanan bisa mengalami peningkatan dan juga penurunan, maka
demikian pula kondisi manusia dalam menghadapi fitnah atau cobaan hidup. Suatu
ketika fitnah itu surut dan suatu ketika merajalela seiring dengan kuat-lemahnya
iman yang ada di dalam diri seorang hamba.
Setiap kali kita mencoba untuk mencermati
berbagai kejadian yang kita alami, maka akan tampaklah sedikit demi sedikit
kepada kita berbagai bentuk cobaan yang Allah berikan kepada kita. Sebagian
orang diberi cobaan dengan musibah-musibah dunia berupa penyakit, bencana alam,
dan berbagai kesulitan hidup lainnya yang acapkali membuat manusia putus asa dan
menghalalkan segala cara demi menggapai kesenangan sementara. Dan tidak sedikit
pula yang diuji dengan berbagai kenikmatan dan kemudahan duniawi yang sering
melalaikan manusia dari mengingat Rabb mereka. Allah ta’ala berfirman (yang
artinya), “Dan Kami menguji mereka dengan kebaikan dan keburukan agar mereka mau
kembali.” (QS. al-A’raaf : 168). Syaikh as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa
maksud ujian dalam bentuk kebaikan dan keburukan dalam ayat ini adalah yaitu
berupa kemudahan dan kesulitan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 307).
Tafsiran serupa dikemukakan oleh al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam
Tafsirnya (lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 3/359).
Orang beriman pasti menerima cobaan
Satu hal yang harus kita yakini, bahwa
pengakuan iman itu menuntut pembuktian. Betapa banyak orang yang mengaku beriman
namun ketika dihadapkan dengan berbagai cobaan dan persoalan hidup maka
seolah-olah imannya terbang ditiup oleh terpaan badai kehidupan. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Alif lam mim, apakah manusia itu mengira dia
dibiarkan begitu saja mengatakan, ‘Kami telah beriman’ kemudian mereka tidak
diuji? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka supaya Allah
mengetahui siapakah orang-orang yang benar dan siapakah orang-orang yang dusta.”
(QS. al-Ankabut : 1-3). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah pasti akan menguji
hamba-hamba-Nya yang beriman sesuai dengan kadar keimanan yang mereka miliki
(lihat Tafsir al-Qur’an al-’Azhim, 6/136).
Begitu beratnya cobaan yang menimpa,
sampai-sampai ada di antara manusia yang rela menjual agamanya demi mengharapkan
kesenangan yang menipu. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu meriwayatkan bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Segeralah dalam beramal sebelum tiba
fitnah-fitnah layaknya potongan malam yang gelap gulita. Ketika itu seorang
berada di waktu pagi masih beriman namun sore harinya menjadi kafir. Atau di
sore harinya masih beriman namun keesokan harinya sudah menjadi kafir. Dia rela
menjual agamanya demi mendapatkan sekeping kesenangan dunia,” (HR. Muslim dalam
Kitab al-Iman [118]). Demikianlah cobaan hidup, ia akan membedakan antara
orang-orang yang tetap tabah di atas keimanannya dengan orang-orang yang
ragu-ragu dan lemah imannya, kepada Allah sajalah kita meminta
pertolongan!
Fitnah akhir zaman
Sesungguhnya kita hidup di jaman yang penuh
dengan fitnah. Fitnah berupa kekafiran, kemunafikan, ataupun kebid’ahan dan
kemaksiatan. Satu fitnah belum selesai tiba-tiba datang fitnah yang baru.
Sementara fitnah itu turun bagaikan derasnya curahan air hujan yang membasahi
sudut-sudut pemukiman. Terkadang ia datang secara bergelombang bagaikan ombak
lautan. Sehingga membuat kaum muslimin bagaikan sampah yang diseret oleh aliran
air, tidak jelas arahnya. Terombang-ambing ke sana kemari. Ketika fitnah ini
muncul di permukaan, hanya diketahui oleh segelintir manusia yaitu ahli ilmu,
sedangkan kebanyakan manusia baru menyadarinya setelah fitnah itu berkecamuk dan
membara di mana-mana.
Fitnah-fitnah itu muncul dari dua sumber utama
yaitu dari godaan hawa nafsu dan kerancuan pemikiran alias syubhat. Fitnah yang
pertama menyerang pada kekuatan hati manusia untuk konsisten di atas jalan yang
lurus. Sedangkan fitnah yang kedua menyerang pada kekuatan hati manusia untuk
terus mencari kebenaran yang sesungguhnya. Oleh sebab itulah, setiap muslim
diajarkan untuk senantiasa berdoa kepada Allah pada setiap roka’at sholatnya,
“Ya Allah, tunjukilah kepada kami jalan yang lurus.” Sedangkan hakikat jalan
yang lurus itu adalah mengetahui kebenaran dan melaksanakannya (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, hal. 39). Dengan kata lain, kunci keberhasilan untuk
mengatasi fitnah-fitnah yang ada adalah dengan mengendalikan dua buah kekuatan,
yaitu kekuatan ilmiyah nazhariyah (ilmu dan pemahaman) dan kekuatan amaliyah
iradiyah (amal dan tekad). Semakin sempurna kemampuan seseorang dalam
menggunakan kedua kekuatan ini maka semakin sempurna pula kebahagiaan hidupnya
(lihat al-Fawa’id, hal. 20). Dua hal ini tergabung di dalam sabar dan keyakinan,
terjalin di dalam iman dan keistiqomahan.
Keterasingan Islam
Di antara fitnah akhir zaman yang sekarang ini
menimpa umat Islam adalah keterasingan Islam. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
meriwayatkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu
datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing. Maka
berbahagialah orang-orang yang asing.” (HR. Muslim [372]). Kita tidak berbicara
tentang jumlah pemeluk agama Islam. Namun yang kita bicarakan adalah sedikitnya
orang yang konsisten dengan ajaran Islam. Kebodohan terhadap ajaran Islam begitu
merajalela, khamr dan obat-obatan terlarang merebak di mana-mana, perzinaan
seolah menjadi peristiwa biasa, bahkan pembunuhan dan obral aurat wanita menjadi
sarapan harian yang mengisi ribuan eksemplar media massa. Laa haula wa laa
quwwata illa billah! Anas bin Malik radhiyallahu’anhu meriwayatkan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Di antara tanda dekatnya hari kiamat
adalah terangkatnya ilmu, meratanya kebodohan, khamr diminum di mana-mana, dan
perzinahan merajalela.” (HR. Bukhari [80] dalam Kitab al-Ilmu dan Muslim [2671]
dalam Kitab al-Ilmu).Itu baru sebagian kecil dari fitnah yang ada pada zaman
ini. Belum lagi kalau kita berbicara tentang berbagai bentuk kemaksiatan yang
ada, dosa besar maupun yang kecil. Meninggalkan kewajiban atau yang menerjang
larangan. Baik yang terkait dengan anak-anak, remaja ataupun orang dewasa, pria
maupun wanita.
Maraknya penyimpangan
Selain itu, masih ada lagi fitnah lainnya yang
tidak kalah mengerikan, yaitu munculnya berbagai macam aliran sesat dan ajaran
menyimpang. Hal itu sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di dalam hadits Hudzaifah yang bertanya kepada beliau, “Wahai
Rasulullah, dahulu kami berada dalam kejahiliyahan dan keburukan, kemudian Allah
menghadirkan kebaikan ini kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini ada
keburukan?”. Maka beliau mengatakan, “Iya.” Lalu Hudzaifah bertanya,”Apakah
sesudah keburukan itu masih ada kebaikan?”. Maka beliau menjawab,”Iya, masih ada
namun ada kekeruhan di dalamnya.” Lantas Hudzaifah bertanya, “Apakah kekeruhan
itu?”. Maka beliau menjawab,”Yaitu suatu kaum yang mengambil petunjuk bukan
dengan petunjukku…” (HR. Bukhari [3606] dalam Kitab al-Manaqib). Sedangkan di
dalam riwayat Muslim disebutkan “Mereka mengikuti tuntunan bukan dengan
tuntunanku dan mengambil petunjuk bukan dengan petunjukku…” (HR. Muslim [1847]
dalam Kitab al-Imarah). Lihatlah keadaan umat Islam di banyak tempat, mereka
disibukkan dengan ajaran-ajaran yang diada-adakan yang tidak Allah turunkan
perintah atasnya, bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas
melarangnya. Namun, peringatan hanya sekedar peringatan seolah-olah telinga
mereka tuli dan mata mereka telah membuta, na’udzu billahi min dzalik. Saking
banyaknya fitnah itu menyerang hati sampai-sampai mata mengering tidak lagi
mengalirkan air mata penyesalan atas dosa-dosanya.
Berpegangteguhlah dengan agamamu!
Anas bin Malik radhiyallahu’anhu
meriwayatkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan tiba suatu masa
ketika itu orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti halnya orang yang
sedang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi [2260] di dalam Kitab al-Fitan,
disahihkan al-Albani dalam as-Shahihah [957]). Maka di saat-saat seperti
sekarang ini ketika banyak orang yang tenggelam dalam pemuasan hawa nafsu tanpa
mempedulikan rambu-rambu agama dan sebagian lagi terseret oleh arus pemikiran
yang menyimpang dari jalan yang lurus, maka tidak selayaknya kaum muslimin
ikut-ikutan hanyut di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar