Kamis, 26 Januari 2012

BUDAK DALAM ISLAM


Sembari menghapus perbudakan secara bertahap, Islam pun mengatur agar budak yang masih ada harus diperlakukan dengan baik. “Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan), dan budak yang kamu miliki …” (An Nisa: 36).

1. Makna penghambaan dalam Islam ialah tunduk, merendahkan diri serta patuh kepada Allah, dengan mentaati perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-laranganNya. Adapun perbudakan manusia, Islam membatasinya menjadi hanya kepatuhan fisik. Ibnul Qoyyim dalam I’lamul Muqi’in menyatakan bahwa pemilik budak hanya berhak atas jasmani, bukan pikiran dan nurani budaknya. Karena itulah pemilik budak tidak boleh memaksa budaknya untuk memeluk agama Islam. Kepatuhan fisik pun dibatasi hanya untuk perintah yang tidak menyuruh berbuat maksiat.

“Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi.” (An Nuur: 33).

Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah bin Ubai bin Salul yang memaksa budak perempuannya untuk melacur. Dengan ayat ini Nabi saw melarang pemilik budak yang menyuruh budaknya untuk melacur. [Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 3. Muhammad Nasib Ar Rifa’i. Jakarta: Gema Insani, 2000. hal. 497.].

Kepatuhan fisik pun dibatasi untuk tidak berlebihan dalam memberi pekerjaan kepada budaknya.

Nabi saw bersabda: “Bagi seorang budak (wajib diberikan) jaminan pangan dan sandangnya. Dia tidak boleh dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak mampu dilakukannya.” (HR. Muslim).

2. Memposisikan budak sebagai anggota keluarga.

Nabi saw bersabda: “Budak-budakmu adalah saudara-saudaramu. Allah menjadikan mereka bernaung di bawah kekuasaanmu. Barangsiapa saudaranya yang berada di bawah naungan kekuasaannya hendaklah mereka diberi makan serupa dengan yang dia makan dan diberi pakaian serupa dengan yang dia pakai. Janganlah membebani mereka dengan pekerjaan yang tidak dapat mereka tunaikan. Jika kamu memaksakan suatu pekerjaan hendaklah kamu ikut membantu mereka.” (HR. Bukhari).

Nabi saw juga bersabda: “Bila budak salah seorang di antara kamu membuatkan makanan untukmu, kemudian dia membawanya padahal ia sudah merasakan panas dan asapnya; maka hendaklah kamu mengajaknya duduk bersama, lalu makan. Jika makanannya sedikit, maka hendaklah kamu menaruh di tangannya (memberinya) satu suap atau dua suap.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzy dan Abu Dawud. Muslim memuatnya dalam bab “Memberi makan budak,” Tirmidzy dalam bab “Hadits-hadits mengenai makan bersama budak dan keluarga”).

3. Tidak terlarang budak mengimami jamaah sholat, asal tidak cacat.

Aisyah pernah diimami shalatnya oleh budaknya (yaitu Dzakwan) yang membaca dari Al-Qur’an (bukan dari hafalan). (HR Bukhari).

Anas ra mengatakan bahwa Nabi saw bersabda: “Dengarkanlah dan taatilah meskipun yang memegang pemerintahan atasmu seorang budak Habsyi yang kepalanya seperti anggur kering (kecil kepalanya).” (HR Bukhari).

Hadits Irbaad bin Saariyah dari Nabi saw: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, patuh dan taat walaupun dipimpin budak Habsyi (yang berkulit hitam), karena siapa yang masih hidup dari kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Maka berpegang teguhlah kepada sunnahku dan sunnah pada Khulafaur Rasyidin yang memberi petunjuk, berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham kalian. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang baru (dalam ibadah mahdoh), setiap yang baru (dalam ibadah mahdoh) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR Abu Dawud, Tirmidziy, dan Ibnu Majah).

4. Pemilik budak dilarang menganiaya budaknya.

Abu Sa’id Al Badri berkata: Aku sedang menyambuk budakku yang muda, lalu aku mendengar suara orang menyeru dari belakangku. Orang itu berkata, “Ketahuilah hai Aba Mas’ud (panggilan Abu Sa’id).” Sungguh aku tidak tahu suara siapakah itu karena ketika itu aku sedang marah. Ketika orang itu mendekatiku tahulah aku ternyata yang datang adalah Rasulullah saw. Beliau berkata, “Ketahuilah hai Aba Mas’ud…Ketahuilah hai Aba Mas’ud.” Mendengar perkataan itu aku campakkan cambuk dari tanganku. Beliau kemudian melanjutkan ucapannya, “Ketahuilah, hai Aba Mas’ud, sesungguhnya Allah lebih mampu bertindak terhadapmu daripada tindakanmu terhadap anak muda itu.” Aku spontan menjawab, “Ya Rasulullah, dia sekarang ini aku merdekakan karena Allah.” Nabi Saw berkata, “Kalau kamu tidak memerdekakannya maka api neraka akan menjilatmu.” (HR. Muslim).

“Barangsiapa membunuh budaknya maka ia akan kami bunuh. Barangsiapa membuat budaknya kelaparan maka ia akan kami buat kelaparan.” (HR Bukhari dan Muslim).

Imam Muslim juga mencatat hadits mengenai Abu Dzarr yang membalas umpatan seorang budak terhadapnya dengan mengumpati juga kedua orangtua budak itu bahwa ibunya adalah seorang wanita asing. Ketika hal itu dilaporkan kepada Nabi saw, beliau mencela dan mengecam tindakan Abu Dzarr tersebut dengan mengatakan, “Sesungguhnya engkau ini seorang yang masih memiliki ashobiyah (fanatisme) Jahiliyyah.”

Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Nabi pernah bersabda: “Jangan memukul budak perempuanmu hanya karena dia memecahkan barang pecah-belahmu. Sesungguhnya barang pecah-belah itu ada waktu ajalnya seperti ajalnya manusia.” (HR. Abu Na’im dan Ath-Thabrani).

Khalifah Umar bin Khattab pernah menghukum pemilik budak yang memperlakukan budak wanitanya secara kasar, dan Umar kemudian memerdekakan budak tersebut (Ibnul Qoyyim dalam I’lamul Muqi’in, dan At Tahayuib An Najjar dalam Al Mawaliy fi Ashril Umawy).

Para ulama pun mengatakan bahwa Hakim berhak memerdekakan budak yang diperlakukan kasar oleh majikannya. (Fiqih Sunnah, Op. Cit. hal. 66).

5. Rasulullah saw menyerukan keutamaan orang yang memberikan pendidikan bagi budaknya.

Abu Musa berkata, Rasulullah saw bersabda: “Tiga (golongan) mendapat dua pahala, yaitu seorang Ahli Kitab yang beriman kepada Nabinya kemudian beriman kepada Muhammad saw; budak yang menunaikan hak Allah Ta’ala dan hak majikannya; dan seorang laki-laki yang mempunyai budak wanita yang dididiknya secara baik serta diajarnya secara baik, kemudian dimerdekakannya dan lalu dinikahinya, maka ia mendapat dua pahala.” (HR Bukhari).

6. Islam memberikan hak bagi para budak untuk menikah.

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang (sudah) layak (menikah) dari budak-budakmu yang lelaki dan budak-budakmu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.” (An Nuur: 32).

7. Budak perempuan dalam Islam lebih mulia derajatnya daripada wanita musyrik.

Di masa itu, status budak sangatlah hina. Budak dianggap sebagai makhluk setengah binatang dan setengah manusia yang tidak memiliki dirinya sendiri. Namun ketika Islam datang, budak diperlakukan seperti keluarga sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Budak dalam Islam bukanlah setengah hewan, melainkan dikategorikan lebih mulia daripada wanita merdeka yang musyrik.

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al Baqoroh: 221).

Ibnu Katsir menyebutkan riwayat dari As Sadi bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Rawahah yang memiliki budak perempuan berkulit hitam. Suatu ketika Abdullah bin Rawahah marah kepadanya dan menamparnya, namun kemudian Abdullah bin Rawahah merasa bersalah lalu pergi menemui Nabi saw. Nabi saw bertanya tentang kepribadian budak tersebut. Abdullah bin Rawahah menjawab bahwa budak tersebut rajin sholat, berpuasa, berwudhu dengan bagus, dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh dan bahwa Muhammad adalah Rosul Alloh. Nabi bersabda: “Hai Abdullah bin Rawahah, budak wanita itu muslimah.” Abdullah bin Rawahah berkata: “Demi Zat yang mengutusmu dengan hak, sungguh aku akan memerdekakannya dan sungguh aku akan menikahinya.” Kemudian Abdullah bin Rawahah pun melaksanakan sumpahnya. Lalu orang-orang mulai membicarakan hal tersebut dengan mengatakan bahwa Abdullah bin Rawahah telah mengawini budak perempuannya. Kemudian Alloh swt pun menurunkan surat Al Baqoroh ayat 221. [Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 1. Muhammad Nasib Ar Rifa’i. Jakarta: Gema Insani, 1999. hal. 358].

10 komentar:

Unknown mengatakan...

subhanallah, terima kasih atas pencerahannya.. sungguh islam mmg agama yg sangat sempurna . berbahagialah orang yang hidup dan mati hanya dalam islam..

Amin Fauzy R mengatakan...

Jika berdusta untuk kemuyliaaNYA (roma)...emang ALLAH bisa dimuliakan dengan DUSTA/MAKSIAT? masya Allah semoga mereka cepat mendapat pencerahan dari sang ilahi...

Anonim mengatakan...

tapi Islam tidak melarang perbudakan bukan? berarti halal hukumnya bila saya membeli budak di negara yang memperbolehkan perbudakan, lalu saya berhubungan badan dengannya (an-nur 5) halal bukan? tolong pencerahannya.

Anonim mengatakan...

al mu'minuun 5. maaf ayat diatas salah.

Anonim mengatakan...

ISLAM memang selalu menyibukan kita untuk membuat "make up" supaya ISLAM terlihat dan di rasakan sesuai dengan moral bangsa kita. Karena memang jika kita mengukapkan apaadanya ISLAM sesuai kenyataan sulit buat kita untuk menerima ISLAM adalah agama yang "sempurna". Tak perlu kita pungkiri banyak diantara kita merasakan kejanggalan secara moral dan juga secara pikiran rasional. Dan ketika kita coba bertanya untuk kejelasan, lebih sering kita hanya mendapatkan sekedar hiburan yang pada intinya mengesankan ISLAM adalah agama yang "sempurna" , tapi tetap belum memberi kejelasan. Seperti bahasan tentang budak sekarang ini, sebenarya jawabanya cukup sederhana,

Apakah islam menghapus perbudakan? jawabanya adalah: TIDAK!
Apakakah Rasulullah SAW memiliki budak? jawabanya adalah: YA!
Apakah Rasulullah SAW pernah menggauli budak tanpa menikahinya terlebih dahulu dan budak itu melahirkan anak?
jawabanya adalah: Iya pernah, budak itu bernama Mariah koptik dia budak dirumah salah satu istri Rasulullah SAW, dan melahirkan anak laki-laki bernama Ibrahim.
Apakah itu berarti kita boleh mengikuti dan mencontoh tauladan Rasulullah SAW untuk masa kini?
jawabanya adalah: BOLEH! karena sunah hukumnya dan berpahala bagi yang mengamalkanya!

Anda mungkin berpikir jawaban-jawaban itu bisa saja bertujuan menghina Islam, tapi terpaksa anda harus kecewa, karena itu adalah jawaban yang harus anda terima. anda tidak mungkin meminta jawaban yang sebaliknya agar islam sesuai dengan moral anda.

Anonim mengatakan...

Tidak ada satupun ayat Qur’an yang menentang perbudakan. Faktanya, buku “suci” umat Islam ini secara tegas memberikan kebebasan kepada para pemilik budak untuk berhubungan seksual dengan budak mereka – bukan hanya di satu ayat, tetapi sedikitnya di 4 Surah yang berbeda. Di dalam Hukum Islam sendiri bertebaran hukum mengenai cara memperlakukan budak, tetapi tidak ada yang membatasi secara ketat cara memperlakukan budak secara manusiawi, dan kenyataan bahwa Nabi SAW memiliki dan berdagang budak yang menjadi sunnah untuk mendukung dan melegalkan perdagangan budak.

Tidak pernah ada gerakan untuk berusaha menghapus perbudakan di dalam sejarah Islam. Penghapusan perbudakan yang dimulai di negara-negara Islam disebabkan oleh tekanan politik negara-negara Eropa. Bila memang Islam anti perbudakan, maka tidak dibutuhkan tekanan sedikitpun dari negara-negara Eropa agar negara Islam menghapuskan praktek perbudakan.

Meskipun sampai saat ini masih terjadi banyak kekerasan sangat mengerikan terhadap budak (baca: TKW) yang terjadi di dunia Muslim, tetapi hanya sedikit yang peduli maupun menyesali apalagi merasa bersalah atas fakta tersebut. Itu jelas menunjukkan bahwa Muslim menganggap perbudakan ala Islam sebagai sesuatu yang NORMAL!

BAHKAN banyak Muslim percaya bahwa perempuan, laki-laki dan anak-anak yang diperbudak setelah kalah perang, sebenarnya harus berterima kasih bahwa mereka tidak dibunuh Jihadis yang menawan mereka!

Rasa malu dan permintaan maaf tidak pernah ditemukan dalam Darul Islam. Para Khalifah dan para pemimpin agama memiliki ribuan gundik, gadis dan perempuan yang ditangkap dari Eropa yang dijadikan budak seks. Gadis-gadis Hungaria dikejar-kejar seperti binatang oleh tentara Ottoman Turki, yang menjadikan lebih dari 3 juta orang menjadi budak selama lebih dari 150 tahun kekuasaan mereka.

Para budak Afrika sering dikebiri oleh para majikan Muslim mereka. Ini alasan mengapa tidak ditemukan banyak keturunan Afrika di Timur Tengah, meskipun perbudakan dari Afrika di tanah Arab berlangsung selama 1.300 tahun dibandingkan dengan 300 tahun perbudakan di tanah Eropa.

Tidak ada orang seperti William Wilberforce atau Bartolome de las Casas (kafir yang memulai penghapusan perbudakan di Eropa) di dalam sejarah Islam.

Kalau muslim diminta menyebutkan satu saja nama orang Islam yang menjadi pelopor penghapusan perbudakan, mereka cuma mampu menyebutkan nama Muhammad seseorang. Tetapi, kalau seorang pemilik budak dan juga pedagang budak, yang malah mewahyukan eksplorasi seksual terhadap budak dan meninggalkan warisan 13 abad perbudakan, adalah yang terbaik yang bisa ditawarkan oleh Islam, tidak banyak yang bisa diharapkan dari Islam.

Ardi mengatakan...

Apakah islam menghapus perbudakan? jawabanya adalah: YA! kata perbudakan adalah kata yang bermakna negatif seperti perbudakan dijaman jepang dan belanda dengan kerja paksa.Berbeda dengan budak yang pada zama Nabi Muhammad saw. Budak pd zaman Nabi Mhammad saw. coba baca hadist berikut:

Nabi saw juga bersabda: “Bila budak salah seorang di antara kamu membuatkan makanan untukmu, kemudian dia membawanya padahal ia sudah merasakan panas dan asapnya; maka hendaklah kamu mengajaknya duduk bersama, lalu makan. Jika makanannya sedikit, maka hendaklah kamu menaruh di tangannya (memberinya) satu suap atau dua suap.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzy dan Abu Dawud. Muslim memuatnya dalam bab “Memberi makan budak,” Tirmidzy dalam bab “Hadits-hadits mengenai makan bersama budak dan keluarga”).

Disini jelas makna budak yang dimaksud Anonim berbeda dengan yang disebutkan Nabi Muhammad saw

sebelum Islam ada sistem perbudakan arab saudi tidak terkonntrol seperti perbudakan zaman jepang atau belanda. Budak pada jaman itu dipandang hanya sebagai alat bantu manusia, disiksa jika salah dalam bekerja, dipandang hina.

tapi coba lihat budak di zaman Nabi Muhammad saw. budak dianggap saudara. bahkan barang siapa yang membebaskan budak dimendapatkan pahala.

adits Muslim 2775

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى الْعَنَزِيُّ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَعِيدٍ وَهُوَ ابْنُ أَبِي هِنْدٍ حَدَّثَنِي إِسْمَعِيلُ بْنُ أَبِي حَكِيمٍ عَنْ سَعِيدِ ابْنِ مَرْجَانَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَعْتَقَ رَقَبَةً مُؤْمِنَةً أَعْتَقَ اللَّهُ بِكُلِّ إِرْبٍ مِنْهَا إِرْبًا مِنْهُ مِنْ النَّارِ

Barangsiapa yg memerdekakan budak beriman, maka Allah akan membebaskan setiap anggota tubuhnya dari api neraka dgn setiap anggota tubuh budak yg dia merdekakan. [HR. Muslim No.2775].

Ardi mengatakan...

Ketahuilah bahwa perbudakan itu sendiri bukan produk agama Islam. Perbudakan itu sudah ada jauh sebelum Al-Quran ini diturunkan. Di zaman Romawi dan Yunani Kuno, Persia kuno, China dan hampir seluruh peradaban manusia di masa lalu telah dikenal perbudakan. Dan semua itu terjadi berabad-abad sebelum Islam datang.

Sedangkan negeri Arab termasuk negeri yang belakangan mengenal perbudakan, sebagaimana belakangan pula dalam mengenal kebejadan moral. Minuman keras, pemerkosaan, makan uang riba, menyembah berhala, poligami tak terbatas dan budaya-budaya kotor lainnya bukan berasal dari negeri Arab, tetapi justru dari peradaban-peradaban besar manusia.

Ini penting kita pahami terlebih dahulu sebelum memvonis ajaran Islam. Negeri Arab adalah peradaban yang terakhir mengenal budaya-budaya kotor itu dari hasil persinggungan mereka dengan dunia luar. Karena orang Makkah itu biasa melakukan perjalanan dagang ke berbagai negeri. Justru dari peradaban-peradaban ‘maju’ lainnya itulah Arab mengenal kejahiliyahan. Perlu anda ketahui bahwa berhala-berhala yang ada di depan ka‘bah yang berjumlah 360 itu adalah produk impor. Yang terbesar di antaranya adalah Hubal yang asli produk impor dari negeri Yaman.

Saat itu dunia mengenal perbudakan dan belaku secara international. Yaitu tiap budak ada tarif dan harganya. Dan ini sangat berpengaruh pada mekanisme pasar dunia saat itu. Bisa dikatakan bahwa budak adalah salah satu komoditi suatu negara. Dia bisa diperjual-belikan dan dimiliki sebagai investasi layaknya ternak.

Dan hukum international saat itu membenarkan menyetubuhi budak milik sendiri. Bahkan semua tawanan perang secara otomatis menjadi budak pihak yang menang meski budak itu adalah keluarga kerajaan dan puteri-puteri pembesar. Ini semua terjadi bukan di Arab, tapi di peradaban-peradaban besar dunia saat itu. Arab hanya mendapat imbasnya saja.

Dalam kondisi dunia yang centang perenang itulah Islam diturunkan. Bukan hanya untuk dunia Arab, karena kejahiliyahan bukan milik bangsa Arab sendiri, justru ada di berbagai peradaban manusia saat itu.

Ardi mengatakan...

Karena itu Islam tidak secara tiba-tiba menghapuskan perbudakan dalam satu hari. Islam melakukannya dengan proses kultural dan ‘smooth’. Banyak sekali hukuman dan kaffarah yang bentuknya membebaskan budak. Bahkan dalam syariah dikenal kredit pembebasan budak. Seorang budak boleh mencicil sejumlah uang untuk menebus dirinya sendiri yang tidak boleh dihalangi oleh tuannya.

Dengan cara yang sistematis dan proses yang alami, perbudakan hilang dari dunia Islam jauh beberapa ratus tahun sebelum orang barat meninggalkan perbudakan.

Kalau hari ini ada orang yang bilang Al-quran mengakui perbudakan, maka dia perlu belajar sejarah lebih dalam sebelum bicara. Pendapatnya itu hanya akan meperkenalkan kepada dunia tentang keterbatasan ilmunya dan pada gilirannya akan menjadi bahan tertawaan saja.

Dengan sudah berakhirnya era perbudakan manusia oleh sebab turunnya agama Islam, maka otomatis urusan kebolehan menyetubuhi budak pun tidak perlu dibicarakan lagi. Sebab perbudakannya sendiri sudah dileyapkan oleh syariah.

Ardi mengatakan...

Pada masa dahulu sebelum Rasulullah lahir bangsa arab sangat keras dalam menjaga tradisi, adat istiadat apa lagi menyangkut wibawa. berani melanggar maka hukum pancung berlaku disini.

Melahirkan anak perempuan merupakan kehinaan yang tak terkirakan. tradisi menguburkan anak perempuan hidup-hidup sudah menjadi kebisaan yang harus di junjung tinggi.

Di antara sifat2 jahiliyah yang begitu keras dan membantu ada poin-poin positif yang juga terjaga dengan sangat baik. Orang arab pantang melanggar janji ,berkata dusta, punya pendirian yang teguh. Sifat2 istimewah ini sangat jarang dimiliki oleh bangsa2 manapun didunia ini.

Tradisi2 yang sudah melekat dan mendarah daging yang begitu kuat mustahil untuk di ubah kalau tidak ada keajaiban.

Oleh sebab itu mengawini budak (hamba sahaya) dan anak angkat merupakan kemustahilan di lakukan.

Tugas inilah yang di emban oleh nabi yang hidup di masyarakat mekkah yang penuh dengan kejahiliyaan untuk memperbaiki akidah yang sudah hancur begitu rupa. Kegetiran dan ketakutan jelas menghampiri beliau (Rasulullah) dalam mengubah kebisaan buruk yang mengakar tersebut. Oleh sebab itu turunlah Ayat2 dalam Al Qur'an, bahwasanya hanya Allah saja yang pantas engkau takuti.